Rabu, 08 Juli 2015

MENCERITAKAN MENGENAI DOSEN MATA KULIAH HUKUM INDUSTRI

Saya Chrisnawati Manik dari kelas 2ID01 yang akan memenuhi tugas akhir sofskill pada semester empat (4) ini. Pada kesempatan ini saya akan menceritakan mengenai dosen mata kuliah hukum industri yang mengajar dikelas saya. Dosen hukum industri yang mengajar di kelas saya adalah ibu Yuyun Yuniar. Beliau merupakan lulusan Universitas Gunadarma jurusan teknik industri. Pada awal pertemuan beliau memperkenalkan diri nya, pengalaman, pendidikan yang ia tempuh hingga keluarganya. Beliau pernah menjadi asisten laboratorium teknik industri dasar.

Menurut pandangan saya setelah pertemuan pertama, beliau merupakan dosen yang memiliki sifat tegas. Komunikasi antara dosen dan mahasiswa terjalin dengan baik yaitu ketika seorang mahasiswa bertanya dan ibu Yuyun mendengarkan dengan baik dan menjawabnya. Tugas yang diberikan dapat menambah wawasan luas kepada mahasiswa yaitu adalah mengenai hak kekayaan intelektual, hak kekayaan industri, dan hal lainnya. Saya pribadi merasa tugas yang diberikan bermanfaat karena setelah mengerjakan tugas tersebut saya mengetahui hal tersebut lebih dalam lagi. Saya pribadi mengucapkan banyak terimakasih kepada ibu Yuyun karena mau memberikan keringan untuk mengumpulkan hasil print tugas saya. Pada waktu itu saya telat mengumpulkan tugas karena sedang berada diluar kampus, ketika saya kembali ke kelas ternyata ibu Yuyun sudah keluar dan saat itu juga saya mengirim pesan lewat sms kepada ibu Yuyun dan ibu Yuyun merespon dengan baik dan beliau berbaik hati mau menerima hasil print tugas saya untuk dikumpul minggu depan nya. 

Walaupun pertemuan kelas terbilang singkat namun ibu yuyun sudah menjalankan tugasnya sebagai dosen dengan baik dengan memberikan tugas dan informasi yang bermanfaat. Tugas-tugas yang diberikan oleh ibu Yuyun dapat tersampaikan dengan baik oleh para mahasiswa. Saya berharap ibu yuyun dapat terus memberikan tugas-tugas yang sangat bermanfaat untuk mahasiswanya dan kelak ilmu yang diberikan dapat berguna bagi kelangsungan perkembangan industri di Indonesia tercinta dan di dunia. Saya mengucapkan terimakasih kepada ibu Yuyun Yuniar dan sukses selalu. 








Minggu, 24 Mei 2015

Konvensi Internasional tentang Hak Cipta

  
Pemberian perlindungan hak cipta kurang cukup dalam memberikan arti atau manfaat bagi pertumbuhan bakat atau kreativitas bagi para pencipta. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mendorong kemajuan di bidang karya cipta sungguh sangat berarti jika diberikan perlindungan yang dapat menjamin penciptanya dimanapun dan disetiap saat, sehingga kepastian mengenai hukum diharapkan benar-benar diperoleh oleh pencipta. Pemberian perlindungan hak cipta secara internasional merupakan langkah tepat penjaminan mutu kreativitas dari pencipta. Perlindungan hak cipta secara internasional meliputi Berner Convention, Universal Copyright Convention, Rome Convention, dan Geneva Convention. Berikut akan dibahas mengenai konvensi berner dan konvensi hak cipta universal.
a.                  Konvensi Berner
Konvensi Bern atau Konvensi Berne, merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886.Konvensi Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa telah menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan intelektual lainnya, yaitu paten, merek, dan desain industri. Sebagaimana Konvensi Paris, Konvensi Bern membentuk suatu badan untuk mengurusi tugas administratif. Pada tahun 1893, kedua badan tersebut bergabung menjadi Biro Internasional Bersatu untuk Perlindungan Kekayaan Intelektual (dikenal dengan singkatan bahasa Prancisnya, BIRPI), di Bern.
Pada tahun 1960, BIRPI dipindah dari Bern ke Jenewa agar lebih dekat ke PBB dan organisasi-organisasi internasional lain di kota tersebut,dan pada tahun 1967 BIRPI menjadi WIPO,Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional, yang sejak 1974 merupakan organisasi di bawah PBB. Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri. Artinya, misalnya, undang-undang hak cipta Prancis berlaku untuk segala sesuatu yang diterbitkan atau dipertunjukkan di Prancis, tak peduli di mana benda atau barang itu pertama kali diciptakan atau posisi orang tersebut tidaklah diperhitungkan hanyalah dilihat tempat diterbitkannya karya-karya tersebut.
Namun demikian, sekadar memiliki persetujuan tentang perlakuan yang sama tidak akan banyak gunanya apabila undang-undang hak cipta di negara- negara anggotanya sangat berbeda satu dengan yang lainnya, karena hal itu dapat membuat seluruh perjanjian itu sia-sia. Apa gunanya persetujuan ini apabila buku dari seorang pengarang di sebuah negara yang memiliki perlindungan yang baik diterbitkan di sebuah negara yang perlindungannya buruk atau malah sama sekali tidak ada. Karena itu, Konvensi Bern bukanlah sekadar persetujuan tentang bagaimana hak cipta harus diatur di antara negara- negara anggotanya melainkan, yang lebih penting lagi, Konvensi ini menetapkan serangkaian tolak ukur minimum yang harus dipenuhi oleh undang-undang hak cipta dari masing-masing negara.Hak cipta di bawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit.
Konvensi Bern menyatakan bahwa semua karya, kecuali berupa fotografi dan sinematografi, akan dilindungi sekurang-kurangnya selama 50 tahun setelah si pembuatnya meninggal dunia, namun masing-masing negara anggotanya bebas untuk memberikan perlindungan untuk jangka waktu yang lebihlama, seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dengan Petunjuk untuk mengharmonisasikan syarat-syarat perlindungan hak cipta tahun 1993.
Konvensi Bern direvisi di Paris pada tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908, diselesaikan di Bern pada tahun 1914, direvisi di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dandi Paris pada tahun 1971, dan diubah pada tahun 1979. Pada Januari 2006, terdapat 160 negara anggota Konvensi Bern. Sebuah daftar lengkap yang berisi para peserta konvensi ini tersedia, disusun menurut nama negara atau disusun menurut tanggal pemberlakuannya di negara masing-masing. Terdapat tiga prinsip dasar akibat keikutsertaan anggota konvensi berner, yang menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta, yaitu:
a.          Prinsip national treatment
Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorangpencipta warga negara sendiri.
b.     Prinsip automatic protection
     Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun.
c.     Prinsip independence of protection
     Bentuk perlindungan hukum hak cipta diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum Negara asal pencipta. Konvensi Bern yang mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistic, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September 1986, dan telah beberapa kali mengalami revisi serta penyempurnaan- penyempurnaan. Revisi pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya secara berturut-turut direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan yang paling baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota konvensi ini berjumlah 45 Negara.
        Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam Konvensi Bern adalah mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri.

b.                  Universal Copyright Convention (UCC)
Konvensi Hak Cipta Universal atau disebut juga dengan Universal Copyright Convention adalah persetujuan yang mengatur hak cipta internasional yang ditandatangani di Jenewa pada 6 September 1952. Konvensi ini diselenggarakan di bawah naungan United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan dilakukan atas dasar yang sama dengan Konvensi Bern. Universal Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini berkaitan mengenai karya dari orang-orang yang tanpa ada status kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindung oleh hak-hak yang bersangkutan. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai. Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan. Konvensi Bern menganut dasar falsafah Eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli.
Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah Eropa dan Amerika yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan karena adanya ketentuan yang memberikan hak kepada pencipta, sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang menciptakan adanya hak tersebut.



Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Konvensi_Hak_Cipta_Universal

Selasa, 05 Mei 2015

Studi Kasus Mengenai Hak Kekayaan Intelektual

Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Batik Plumpungan (Studi Kasus di Kota Salatiga) yaitu:
Contoh hasil kekayaan intelektual seseorang itu adalah motif dasar batik plumpungan. Batik ini memiliki motif yang unik, karena memakai motif yang berasal dari gambar prasasti plumpungan yang merupakan bukti sejarah terjadinya kota Salatiga. Keunikan inilah yang harus tetap dijaga, dilestarikan dan dilindungi oleh berbagai pihak. Dilihat dari uraian di atas, maka perumusan masalah dan tujuan dari penulisan ini adalah melihat bagaimana Eksistensi batik Plumpungan di kota Salatiga, usaha-usaha dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh pemerintah Kota Salatiga dalam pemberian perlindungan hukum atas batik Plumpungan tersebut. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode pendekatan yuridis empiris, dimana prosedurnya dimulai dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu, baru dilanjutkan dengan meneliti data primer yang ada di lapangan. Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Sumber dan jenis data, terdiri dari data primer dan data sekunder. analisis data dilakukan secara kualitatif mengingat data yang dikumpulkan bersifat deskriptif analitis. Eksistensi atau keberadaan batik plumpungan di kota Salatiga masih kurang dikenal oleh masyarakat kota Salatiga, walaupun sudah didaftarkan motif batik ini masih sangat rentan dengan praktek peniruan, karena kurangnya pengetahuan masyarakat untuk menghargai hasil karya intelektual orang lain. Kendala yang dihadapi oleh pemerintah kota Salatiga untuk mengembangkan usaha batik plumpungan ini adalah masalah dana atau pemberian bantuan modal untuk pengembangan usaha. Menurut penulis untuk mengatasi masalah tersebut adalah  perlu dilakukan sosialisasi pemakaian batik plumpungan.

Contoh Kasus Pelanggaran Hak Cipta yaitu:
Kasus antara Dodo Zakaria sebagai penggugat melawan Telekomunikasi Selulur dan PT. Sony BMG Musik Entertainment Indonesia sebagai para tergugat di pengadilan niaga pada pengadilan negeri Jakarta Pusat, terdaftar dalam perkara nomor: 24/HAKCIPTA/2007/PN.Niaga.Jkt.Pst yang diputus pada tanggal 13 Agustus 2007 jo No.121K/Pdt.Sus/2007 pada tanggal 15 Agustus 2007. Gugatan ini dilatarbelakangi adanya perbuatan para tergugat yang melakukan pemenggalan lagu ciptaan penggugat yang berjudul “Di Dadaku Ada Kamu” dengan mengubah komposisi lagu dimaksud untuk digunakan sebagai RBT yang menyebabkan sebagian lirik lagu tersebut terpotong, sekalipun penggugat telah memberikan lisensi kepada para tergugat untuk melakukan segala bentuk eksploitasi atas lagu dimaksud. Pengadilan niaga pada pengadilan negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa para tergugat dinyatakan telah melakukan pelanggaran hak moral dari penggugat berupa tindakan pemotongan atas lagu berjudul “Di Dadaku Ada Kamu” sebagai RBT untuk tujuan komersil.
Akan tetapi, pada tingkat Mahkamah Agung, putusan ini dibatalkan dengan alas an bahwa apa yang dilakukan para tergugat bukanlah merupakan pemotongan atau mutilasi melainkan pemutaran sebagian atau bagian tertentu dari lagu tersebut yang disesuaikan dengan durasi 20 – 40 detik, sehingga hal tersebut tidak mengakibatkan perubahan materi atas komposisi lagu yang dimaksud.

Contoh Kasus Pelanggaran Hak Paten yaitu:
Salah satu kasus persengketaan terkait Hak Kekayaan Intelektual yang marak diperbincangkan setahun terakhir ini adalah persengketaan antara dua vendor besar yaitu Apple Inc. dan Samsung Electronics Ltd.Co. Keduanya adalah Perusahaan Transnasional yang sukses menguasai pasar telekomunikasi dunia dengan membawa era smartphones dan komputer tablet menggantikan teknologi sebelumnya. Pokok persengketaan keduanya adalah mengenai HKI yaitu paten atas sistem pada perangkat smartphone dan tablet serta desain indusri pada tampilan.4 Guna menyelesaikan sengketa keduanya menempuh jalur litigasi dengan mengajukan gugatan di tujuh negara yaitu Australia, Jerman, Korea Selatan, Jepang, Belanda, Inggris dan Amerika Serikat. Dari putusan yang dihasilkan terdapat beberapa negara yang menghasilkan putusan yang berbeda, seperti di pengadilan Jepang yang tidak mengabulkan gugatan pihak Apple Inc. dan membebaskan Samsung Electronics Ltd.Co. atas tuduhan seterunya. Di Korea Selatan, pengadilan mengeluarkan putusan split yang menyatakan bahwa kedua perusahaan ini terbukti saling melanggar paten, sementara di Amerika Serikat juri memenangkan Apple.5 Tuntutan yang diajukan meminta ganti rugi dan penarikan produk yang dianggap melanggar.
Dari kasus tersebut terlihat betapa rumitnya penyelesaian sengketa terkait Hak Kekayaan Intelektual dimana para pihak harus menempuh jalur litigasi di lebih dari satu negara. Perlindungan HKI misalnya dalam hal ini paten memang menjamin pengakuan dan perlindungan para pemegang hak paten secara internasional (diatur dalam Paten Cooperation Treaty) akan tetapi setiap negara memiliki UU perlindungan paten yang berbeda karena perjanjian internasional yang ada adalah sebagai standar, misalnya di Jepang lifetime paten lebih cepat 5 tahun dibandingkan Amerika belum lagi permohonan pengajuan hak paten yang berbeda ketentuannya. Hal ini tentunya memicu timbulnya sengketa HKI terlebih bagi perusahaan-perusahaan asing seperti Apple Inc. dan Samsung Electronics Ltd.Co.

Contoh Studi Kasus Hak Merek yaitu:
Kasus sengketa sepeda motor Tossa Krisma dengan Honda Karisma
Kasus ini berawal dari kesalahan penemu merek. Dilihat dengan seksama antara Krisma dan Karisma memiliki penyebutan kata yang sama. Tossa Krisma diproduksi oleh PT.Tossa Sakti, sedangkan Honda Karisma diproduksi oleh PT.Astra Honda Motor. PT.Tossa Sakti tidak dapat dibandingkan dengan PT.Astra Honda Motor (AHM), karena PT.AHM perusahaan yang mampu memproduksi 1.000.000 unit sepeda motor per tahun. Sedangkan PT.Tossa Sakti pada motor Tossa Krisma tidak banyak konsumen yang mengetahuinya, tetapi perusahaan tersebut berproduksi di kota-kota Jawa Tengah, dan hanya beberapa unit di Jakarta.

Permasalahan kasus ini tidak ada hubungan dengan pemroduksian, tetapi masalah penggunaan nama Karisma oleh PT.AHM. Sang pemilik merek dagang Krisma (Gunawan Chandra), mengajukan gugatan kepada PT.AHM atas merek tersebut ke jalur hukum. Menurut beliau, PT.AHM telah menggunakan merek tersebut dan tidak sesuai dengan yang terdaftar di Direktorat Merek Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM. Bahkan PT.AHM diduga telah menggunakan merek tidak sesuai prosedur, karena aslinya huru Karisma di desain dengan huruf balok dan berwarna hitam putih, sedangkan PT.AHM memproduksi motor tersebut dengan tulisan huruf sambung dengan desain huruf berwana.
Akhirnya permohonan Gunawan Chandra dikabulkan oleh hakim Pengadilan Niaga Negeri.

Namun, PT.AHM tidak menerima keputusan dari hakim pengadilan, bahkan mengajukan keberatan melalui kasasi ke Mahkamah Agung. PT.AHM menuturkan bahwa sebelumnya Gunawan Chandra merupakan pihak ketiga atas merek tersebut. Bahkan, beliau menjiplak nama Krisma dari PT.AHM (Karisma) untuk sepeda motornya. Setelah mendapat teguran, beliau membuat surat pernyataan yang berisikan permintaan maaf dan pencabutan merek Krisma untuk tidak digunakan kembali, namun kenyataannya sampai saat ini beliau menggunakan merek tersebut.

Hasil dari persidangan tersebut, pihak PT.Tossa Sakti (Gunawan Chandra) memenangkan kasus ini, sedangkan pihak PT.AHM merasa kecewa karena pihak pengadilan tidak mempertimbangkan atas tuturan yang disampaikan. Ternyata dibalik kasus ini terdapat ketidakadilan bagi PT.AHM, yaitu masalah desain huruf pada Honda Karisma bahwa pencipta dari desain dan seni lukis huruf tersebut tidak dilindungi hukum.

Dari kasus tersebut, PT.AHM dikenakan pasal 61 dan 63 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang merek sebagai sarana penyelundupan hukum. Sengketa terhadap merek ini terjadi dari tahun 2005 dan berakhir pada tahun 2011, hal ini menyebabkan penurunan penjualan Honda Karisma dan pengaruh psikologis terhadap konsumen. Kini, PT.AHM telah mencabut merek Karisma tersebut dan menggantikan dengan desain baru yaitu Honda Supra X dengan bentuk hampir serupa dengan Honda Karisma.


Sumber:
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/notarius/article/view/1130

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20306088-T30964%20-%20Perlindungan%20hak.pdf

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5154/SKRIPSI%20LENGKAP-HI-AVELYN%20PINGKAN%20KOMUNA.pdf?sequence=1


http://catatan-operator-warnet.blogspot.com/2014/12/contoh-contoh-kasus-yang-melanggar-hak.html

Simbol-simbol yang digunakan dalam Hak Kekayaan Intelektual

Pada blog sebelumnya saya sudah menjelaskan mengenai hak kekayaan intelektual. Setelah mengetahui  mengenai hak kekayaan intelektual dari segi pengertian, jenis-jenis maka ada baiknya mengenal simbol-simbol atau istilah-istilah yang biasa digunakan dalam hak kekayaan intelektual. Simbol-simbol yang biasa ditemukan pada sebuah produk adalah sebagai berikut.


 http://watermarked.cutcaster.com/cutcaster-photo-100569144-Copyright-Registered-And-Trademark-Symbols.jpg

Pada ketiga simbol diatas kita sering melihat ketiga simbol tersebut seperti pada sebuah produk. Nama-nama simbol diatas yaitu copyright, registered, dan trademark. Berikut penjelasan mengenai symbol-simbol atau istilah-istilah yang biasa digunakan yaitu:
a.       Copyright (©)
Simbol © kepanjangan dari copyright artinya hak cipta . Copyright adalah bentuk simbol dari properti intelektual yang memberikan penciptanya hak penuh dalam jangka waktu tertentu. Hak tersebut dapat berupa:
1.      Untuk menggandakan karyanya dan menjualnya.
2.      Untuk mengimpor/mengekspor karyanya.
3.      Untuk membentuk diversifikasi dari karyanya itu (pekerjaan yang diadaptasi dari karya asli).
4.      Untuk menampilkan karyanya di muka umum.
5.      Untuk menjual/mendelegasikan hak atas karyanya kepada orang lain.
6.      Untuk menyiarkan/menampilkan karyanya di radio/tv.

Simbol © ini dapat diterapkan dalam bentuk apa saja dari sebuah ide atau informasi yang telah dicetak di suatu medium yang berwujud. Beberapa juridiksi mengenal istilah ‘hak moral’ dari pencipta suatu karya, seperti hak untuk dicantumkan nama si pencipta dari suatu karya.

b.      R (Registered / ®)

http://i1135.photobucket.com/albums/m630/Grafikide/RegisterExamples-1.jpg

Simbol ® merupakan kepanjangan dari registered merk artinya merek terdaftar. Simbol ini kepanjangan dari Racol, yaitu Registered & Authorized Company Logo, yang berfungsi untuk memberitahukan kepada khalayak ramai bahwa tanda yang sertai dengan simbol ini sudah terdafter di kantor merek dagang negaranya setempat.

c.       TM (Trademark / TM)

http://i1135.photobucket.com/albums/m630/Grafikide/TMExamples-1.jpg


Simbol TM merupakan kepanjangan dari trade mark artinya merek dagang . untuk merek dagang yang belum terdaftar , yaitu sebuah simbol yang digunakan untuk memproduksi suatu merek dagang . contohnya : logo TM(Ô)  pada image jendela di logo microsoft windows, dan kata "i'm lovin'if" pada logo mcdonald

Logo C , R dan TM merupakan suatu tanda yang biasanya dicantumkan dengan tujuan untuk menghalangi pihak yang tidak bertanggung jawab yang akan meniru atau menjiplak karyanya . Tentunya kita jika membuat sebuah karya pasti tidak ingin ditiru tanpa izin. Penting bagi kita untuk mengerti arti-arti dari simbol-simbol diatas agar dapat melindungi Hak Kekayaan Intelektual sebagai pencipta kreatif.

sumber :
http://grafikide.com/?p=3795

 

 






Seputar Mengenai Hak Merek

Pengertian Hak Merek
Sebelum mengenal lebih jauh mengenai hak merek, maka ketahui terlebih dahulu pengertian dari hak merek. Dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Merek 2001 menyatakan bahwa hak merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Jenis-jenis Merek
UUM Tahun 2001 ada mengatur tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 2 dan 3 adalah merek dagang dan merek jasa. Jenis merek lainnya menurut Suryatin dibedakan berdasarkan bentuk dan wujudnya dengan maksud untuk membedakan dari barang sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka terdapat beberapa jenis merek antara lain yaitu:
1. Merek lukisan (bell mark)
2. Merek kata (world mark)
3. Merek bentuk (form mark)
4. Merek bunyi-bunyian (klank mark)
5. Merek judul (title mark).

Persyaratan Merek
Setiap orang atau badan hukum yang berwenang yang ingin menggunakan suatu merek, agar merek itu dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang yang harus dipenuhi adalah merek tersebut harus mempunyai daya pembedaan yang cukup agar dapat dibedakan dengan yang lain. Untuk merek dagang tanda dapat dilekatkan pada barang, pembukngkus, atau kedua-duanya. Sedangkan untuk merek jasa dapat dicantumkan secara tertentu pada hal-hal yang bersangkutan dengan merek jasa. Dengan kata lain, tanda yang dipakai ini harus sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuataan untuk membedakan barang hasil produksi sesuatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) atau jasa dari produksi seseorang dengan barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh orang lain. Karena adanya merek itu barang- barang atau jasa yang diproduksi mejadi dapat dibedakan dengan yang lain.

Menurut pasal 5 UUM Tahun 2001 merek tidak dapat didaftarkan apabila terdapat salah satu unsur di bawah ini yaitu sebagai berikut:
1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama,
    kesusilaan atau ketertiban umum.
2. Tidak memiliki daya pembeda.
3. Telah menjadi milik umum.
4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran.

Langkah yang dilakukan apabila memutuskan untuk menggunakan, memperdagangkan, mengedarkan dan memproduksi suatu produk atau jasa dengan merek tertentu, perlu dilakukan pengecekan di Ditjen HKI untuk mengetahui apakah merek yang dipakai untuk produk/jasa tersebut sudah terdaftar atas nama pihak lain. Jika belum terdaftar maka ajukan permohonan pendaftaran merek di kelas barang/jasa yang diminati.


Sumber:




Seputar Mengenai Hak Paten

Istilah paten berasal dari bahasa Latin yang berarti dibuka dan berlawanan dengan Latent yang berarti terselubung, oleh karenanya bahwa suatu penemuan yang mendapatkan paten menjadi terbuka untuk diketahui oleh umum. Pengertian paten berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil temuannya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut untuk memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melakukannya. Pemegang hak paten adalah seorang inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dan terdaftar dalam daftar hak paten. Hak paten diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang paten.

Proses perolehan paten harus melaksanakan langkah-langkah dan memenuhi syarat untuk dapat mematenkan suatu invensi. Invensi merupakan penemuan baru dan belum ada sebelumnya yang diciptakan berdasarkan hasil kreativitas manusia. Adapun syarat terhadap invensi yang dapat diberi paten adalah invensi baru. Jika invensi yang diajukan paten tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkap sebelumnya serta Invensi mengandung langkah inovatif, jika invensi tersebut merupakan hal yang tidak diduga sebelumnya bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu dibidang teknik, invensi tersebut dapat diterapkan dalam industri, artinya invensi yang dapat dipatenkan adalah invensi yang dapat digunakan di bidang industri, dan mengandung langkah inventif (kebaharuan).

Setiap perusahaan yang bergerak dibidang produksi pasti butuh hak eksklusif terhadap produknya, untuk memperolehnya maka harus dimohonkan patennya yang tentunya sangat berguna dalam persaingan pasar. Menurut Rachmadi Usman, S.H. pengertian perusahaan adalah tidak jauh beda dengan yang dirumuskan dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan yaitu setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, dan yang didirikan. Bekerja dan berkedudukan di sekitar wilayah Republik Indonesia yang bertujuan untuk memperoleh laba.

Paten hanya dapat diperoleh dengan cara permohonan, yaitu dengan cara memohonkan invensi yang ingin diperoleh patennya ke Ditjend Hak Kekayaan intelektual yang selanjutnya disingkat dengan istilah DitJend HKI. Dalam pendaftaran tersebut memiliki prosedur, mulai dari tata cara permohonan dan syarat yang harus dipenuhi dalam pendaftaran paten.
Dalam pendaftaran dengan hak prioritas diatur secara khusus pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten pada pasal yang ke 27, yaitu:
1. Pendaftaran menggunakan hak prioritas sebagaimana diatur dalam paris convention for the protection of industri property yang mengatur tentang jangka waktu dan tata cara dalam mengajukan pendaftaran.
2. Pendaftaran yang mengunakan permohonan dengan hak prioritas wajib dilengkapi dengan dokumen prioritas, yang disahkan oleh pejabat berwenang.
3. Apabila point pertama dan kedua tidak dipenuhi maka permohonan tidak bisa diajukan dengan menggunakan hak prioritas.

Selain itu, persyaratan paten yaitu paten hanya dapat diajukan untuk satu invensi ataupun beberapa invensi yang menjadi satu kesatuann invensi. Hanya dapat diajukan untuk satu invensi maksudnya adalah tidak boleh ada dua paten dengan invensi yang sama, dan apabila dipatenkan oleh lebih dari satu invensi haruslah dijadikan menjadi satu kesatuan invensi.


Sumber:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39624/4/Chapter%20I.pdf



Senin, 04 Mei 2015

Hak Cipta



Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Berdasarkan rumusan pasal 1 Undang-Undang Hak Cipta Indonesia). Hal ini berarti bahwa hak cipta hanyalah dapat dimiliki oleh pencipta atau pemiliknya saja. Hanya namanya yang disebut sebagai pemegang hak khususnya yang boleh menggunakan hak cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang menggangu atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh aturan hukum yang telah ada. Hak cipta termasuk salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.

Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang berarti bahwa selain pencipta maka orang lain tidak berhak atas karyanya kecuali atas izin penciptanya. Hak itu muncul secara otomatis setelah suatu ciptaan diciptakan atau dibuat oleh penciptanya. Hak cipta tidak dapat dilakukan dengan cara penyerahan nyata karena ia mempunyai sifat manunggal dengan penciptanya dan bersifat tidak berwujud videnya yang penjelasan terdapat pada pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta. Sifat manunggal itu pula yang menyebabkan hak cipta tidak dapat digadaikan, karena jika digadaikan itu berarti si pencipta harus pula ikut beralih ketangan kreditur.
Hak cipta didalam pengertian luasnya terdapat beberapa unsur yang terkandung didalamnya. Berikut beberapa unsur yang antara lain adalah:
·            Pencipta
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
·            Pemegang Hak Cipta
Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.
·            Ciptaan
Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.

Hak cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi, yaitu sebagai berikut.
·            Hak Moral
Hak moral merupakan hak yang melekat secara pribadi pada diri pencipta dengan beberapa tujuan yaitu.
-             Tetap atau tidak mencantumkan namanya pada salinan yang sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum,
-             menggunakan nama alias atau samarannya,
-             mengubah ciptaanya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat,
-             mengubah judul dan anak judul ciptaan, dan
-             mempertahankan haknya dalam terjadinya distori ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan reputasinya.
Hak moral tidak dapat diahlikan selama pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaannya dapat diahlikan dengan wasiat atau dengan sebab lain sesuai ketentuan perundang-undangan, setelah pencipta meninggal dunia.

·            Hak Ekonomi
Hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi terhadap ciptaanya untuk melakukan hal-hal yang mecakup sebagai berikut.
a.          Penerbitan ciptaan,
b.         penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya,
c.          penerjemahan ciptaan,
d.         pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan,
e.          pendistribusian ciptaan atau salinannya,
f.          pertunjukan ciptaan,
g.         pengumuman ciptaan,
h.         pengomunikasian ciptaan, dan
i.           penyewaan ciptaan
Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin dari pihak pencipta atau pemegang hak cipta. Sementara itu, setiap orang yang tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta melaksanakan hak ekonomi dari suatu ciptaan, dilarang melakukan penggandaan atau penggunaan ciptaan tersebut secara komersial.


Sumber :
Tim Visi Yustisia, 2015. Panduan Resmi Hak Cipta. Visimedia. Jakarta.





Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Berdasarkan rumusan pasal 1 Undang-Undang Hak Cipta Indonesia). Hal ini berarti bahwa hak cipta hanyalah dapat dimiliki oleh pencipta atau pemiliknya saja. Hanya namanya yang disebut sebagai pemegang hak khususnya yang boleh menggunakan hak cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang menggangu atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh aturan hukum yang telah ada. Hak cipta termasuk salah satu jenis 
hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.


Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang berarti bahwa selain pencipta maka orang lain tidak berhak atas karyanya kecuali atas izin penciptanya. Hak itu muncul secara otomatis setelah suatu ciptaan diciptakan atau dibuat oleh penciptanya. Hak cipta tidak dapat dilakukan dengan cara penyerahan nyata karena ia mempunyai sifat manunggal dengan penciptanya dan bersifat tidak berwujud videnya yang penjelasan terdapat pada pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta. Sifat manunggal itu pula yang menyebabkan hak cipta tidak dapat digadaikan, karena jika digadaikan itu berarti si pencipta harus pula ikut beralih ketangan kreditur.

Hak cipta didalam pengertian luasnya terdapat beberapa unsur yang terkandung didalamnya. Berikut beberapa unsur yang antara lain adalah:

·            Pencipta

Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

·            Pemegang Hak Cipta

Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.

·            Ciptaan

Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.


Hak cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi, yaitu sebagai berikut.

·            Hak Moral

Hak moral merupakan hak yang melekat secara pribadi pada diri pencipta dengan beberapa tujuan yaitu.

-             Tetap atau tidak mencantumkan namanya pada salinan yang sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum,

-             menggunakan nama alias atau samarannya,

-             mengubah ciptaanya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat,

-             mengubah judul dan anak judul ciptaan, dan

-             mempertahankan haknya dalam terjadinya distori ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan reputasinya.

Hak moral tidak dapat diahlikan selama pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaannya dapat diahlikan dengan wasiat atau dengan sebab lain sesuai ketentuan perundang-undangan, setelah pencipta meninggal dunia.


·            Hak Ekonomi

Hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi terhadap ciptaanya untuk melakukan hal-hal yang mecakup sebagai berikut.

a.          Penerbitan ciptaan,

b.         penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya,

c.          penerjemahan ciptaan,

d.         pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan,

e.          pendistribusian ciptaan atau salinannya,

f.          pertunjukan ciptaan,

g.         pengumuman ciptaan,

h.         pengomunikasian ciptaan, dan

i.           penyewaan ciptaan

Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin dari pihak pencipta atau pemegang hak cipta. Sementara itu, setiap orang yang tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta melaksanakan hak ekonomi dari suatu ciptaan, dilarang melakukan penggandaan atau penggunaan ciptaan tersebut secara komersial.



Sumber :

Tim Visi Yustisia, 2015. Panduan Resmi Hak Cipta. Visimedia. Jakarta.