Hak cipta di Indonesia mengenal
konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah
hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah
hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang
tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama
pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah
dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26
Undang-undang Hak Cipta.
Di Indonesia, jangka waktu
perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya
ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau
dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan
untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama
pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan
hasil kebudayaan rakyat
yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
Undang-undang Hak Cipta yang berlaku
di Indonesia,
terdapat hal-hal yang diatur yang dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal
14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila
sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas
untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial,
misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan
pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.
Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan
pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas
suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan
untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk
pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip
harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya
nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu,
seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) dalam program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang
dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta
juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk
memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta
demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun
melarang penyebaran ciptaan "yang apabila diumumkan dapat merendahkan
nilai-nilai agama atau,
ataupun menimbulkan masalah ras, dapat menimbulkan
gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara,
bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang
berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal 17). Seseorang yang
mengambil hak cipta orang lain maka orang tersebut akan mendapat hukuman sesuai
kejahatan yang dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Menurut UU
No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat
Pemerintah, putusan pengadilan atau
penetapan hakim,
ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya
(misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa).
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta_di_Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar